
Fenomena komersialisasi di dunia seni merupakan masalah masalah yang tak bisa dihindari, tuntutan zaman post modern ini yang sering kali menjadikan seni seni visual menjadi hal pragmatis karena tuntutan industri. Meninjau artikel dari Institut Seni Indonesia Denpasar kiriman Drs I Wayan Mudana, M.Par. Dosen Seni Murni FSRD. ISI Denpasar) "Para pelaku seni dengan senang hati mengikuti keinginan para pembeli dan berusaha sedapat mungkin untuk memberikan kepuasan pada pembeli, sambil mempromosikan produk-produk yang dihasilkan dengan harapan untuk mendapatkan imbalan berupa uang yang lebih banyak."(https://isi-dps.ac.id/industrialisasi-karya-senilukis-dari-persefektif-bisnis-antara-peluang-dan-tantangan-industri-budaya/). Kepuasan pembeli dengan maksud mendapatkan imbalan berupa uang yang lebih banyak merupakan tindakan yang sangat pragmatis sehingga menurunkan value terhadap seni itu sendiri namun telah lumrah terjadi dizaman sekarang. Komersialisasi ini lahir karena pemenuhan kebutuhan hidup manusia, seni rupa dengan berbagai macam jenis dan sifatnya bagaikan seekor kumbang dengan sekuntum bunga, yang bermakna kehidupan yang simbiosis mutalisme. Sebagai industri budaya awalnya seni merupakan media untuk memenuhi ekspresi jiwa serta berkomunikasi melalui karya seni sehingga seniman akan merasa terangkat harkat dan martabatnya. Nyatanya hingga saat ini hanya sebagian kecil dari seniman yang masih mempertahankan ideologinya sebagai seniman non komersil dan tetap pada prinsip menyalurkan ekspresi jiwa dan berkomunikasi terhadap suatu paradigma yang sedang ia pikirkan. Masalah yang diangkat pada blog kali ini adalah komersialisasi berlebih pada seni rupa dan banyak muncul pertanyaan dalam benak kenapa seniman zaman sekarang kurang memiliki prinsip dalam mengekspresikan jiwanya.Akhirnya pun seni memiliki arah tersendiri dan mulai membentuk sektor yang dinamai Industri Kreatif yang mengusung beberapa subsektor pendukung didalamnya, dikutip dari https://lemlit.unpas.ac.id/wpcontent/uploads/2020/08/laporan_akhir_Dr_HORAS_DJULIUS_S_E_-5.pdf "Industri kreatif yang sedang berkembang saat ini adalah sebuah potensi baru yang bertumpu pada kreativitas manusia. Berbeda dengan industri kreatif di negara maju yang menggunakan teknologi informasi yang tinggi, industri kreatif di negara berkembang seperti halnya Indonesia, menggunakan teknologi informasi yang tidak terlalu tinggi. Artinya memang perhatian besar mesti diberikan kepada sumber daya manusia yang menjadi pelaku bisnisnya." . Dimana zaman kini ditetapkan seni menjadi sektor yang bisa menumbuhkan ekonomi melalui industri kreatif. Menggunakan metode kualitatif desktiptif sehingga blog kali ini ditulis dengan menyertakan 3 jurnal ilmiah dengan maksud membuat Literature Review.
Topik 1 : Komersialisasi Seni Rupa
Literature Review Jurnal 1
Penulis Jurnal : Adi Miarso
Judul Jurnal : KOMERSIALISASI BUDAYA DALAM KONTEKS KESENIAN KUDA LUMPING (STUDI PADA PAGUYUBAN KRIDO TURONGGO MULYO) DI DESA TARAI BANGUN KECAMATAN TAMBANG KABUPATEN KAMPAR
Halaman jurnal : 3-12
Teori : Komersialisasi merupakan menyajikan suatu budaya seperti kesenian tradisional yang tidak dilakukan seperti yang biasa hidup dalam masyarakat, tetapi disesuaikan dengan waktu dan daya beli wisatawan yang menyaksikannya, Yoety (1994). Bentuk komersialisasi budaya itu tidak hanya terjadi dalam adat istiadat dan kesenian daerah saja, tetapi meliputi semua sektor yang banyak kaitannya dengan kegiatan kepariwisataan, seperti misalnya seni patung, seni lukis, seni membatik, seni pahat, dan banyak kerajinan lainnya yang sering menjadi incaran para wisatawan. Rasionalitas merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh Weber. Dalam mencetuskan teori ini, Weber terpengaruh oleh kehidupan sosial budaya masyarakat Barat pada waktu itu. Kondisi sosial budaya khususnya dalam segi pemikiran mulai bergeser dari yang berpikir non rasional menuju ke pemikiran rasional. Hal ini dilihat Weber sebagai gejala awal dari sebuah modernitas, sehingga Weber menganalisisnya (modernitas) melalui teori Rasionalitasnya.
Metode : Metode analisis menggunakan metode kualitatif deskriptif yang membahas penelitian dengan cara menulis dalam bentuk uraian kata kata (deskripsi) dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga didukung dengan wawancara mendalam terhadap narasumber atau informan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Subjek penelitian ditentukan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pengambilan atau penarikan sampling dilakukan dengan memilih subjek (informan) dengan kriteria spesifik atau ciri ciri yang telah ditetapkan oleh peneliti. Mencari informan yang mengetahui perihal Kesenian Kuda Lumping Krido Turuonggo Mulyo, yang berjumlah 5 orang diantaranya yaitu : 1. Mengetahui seluk beluk kuda lumping
2. Mampu dalam memandu jalannya kesenian kuda lumping
3. Tokoh Jawa di daerah lingkungan tersebut
4. Anggota kesenian kuda lumping
5. Pihak Yamaha music
Jenis data yakni dibagi menjadi 2 yaitu ada data primer yang diperoleh secara langsung dari narasumber (informan) melalui wawancara dan pengamatan terhadap keseluruhan dari kesenian Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo tersebut dan ada juga data sekunder yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber sumber yang ada, guna untuk mendukung informasi yang diperoleh dilapangan. Seperti hasil penelitian terdahulu dan perpustakaan. Teknik Pengumpulan data menggunakan cara observasi, wawancara,dan dokumentasi untuk melengkapkan data data yang sudah dikumpulkan.
Hasil penelitian : Sejarah Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo. Kesenian kuda lumping ini dibawa ke Desa Tarai Bangun pada tahun 2000 an yang dibawa oleh Mbah Darmo selaku pemilik alat gamelan tersebut, dan kemudian dibangkitkan kembali kesenian tradisonal tersebut bersama para sesepuh dilingkungan Mbah Darmo tinggal yaitu ada Mbah Kasmi, Bapak Teguh, Bapak, Ahmad Misto, dan Bapak Joko Untung serta anggota lainnya yang sekitar pada awal berjumlah 10 orang anggota, dan sekarang sudah mencapai 40 orang anggota.Makna Nama Krido Turonggo Mulyo Nama Krido Turonggo Mulyo memiliki makna yang terdiri dari beberapa kata. Krido merujuk pada hiburan seni yang bertujuan untuk menghibur penonton dan pelaku kesenian Kuda Lumping. Sementara Turonggo merujuk pada Kuda, yakni kuda anyaman dari bambu yang digunakan dalam tarian. Sedangkan Mulyo berarti mulia, menunjukkan keunggulan kesenian dan anggota kesenian tersebut. Jika digabungkan, Krido Turonggo Mulyo mengandung arti "hiburan seni kuda yang mulia".
Tata cara dalam pelaksanaan Kesenian Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo mencakup persiapan matang dengan sesajen, nasi tumpeng, pakaian tema, alat gamelan bersih, dan alat bermain Kuda Lumping. Semua harus disiapkan dengan rapi agar pertunjukan menarik dan terstruktur.Seorang pengendali kuda lumping, atau gambuh, memiliki peran penting dalam mengendalikan orang yang kerasukan roh leluhur saat bermain. Mereka memahami seluk beluk permainan dan membantu dalam persiapan serta pelaksanaan kuda lumping. Peralatan seperti gamelan dan kostum penari sangat penting untuk pertunjukan kuda lumping Krido Turonggo Mulyo.Prosesi awal Kuda Lumping dimulai dengan Gambuh membakar kemenyan dan melakukan doa untuk memanggil roh-leluhur. Mereka disediakan sesajen, nasi tumpeng, dan uang sebagai mahar. Setiap roh memiliki makanan favorit seperti bunga, rokok, ayam panggang, nasi, kemenyan, pisang, kopi pahit, dan kopi manis. Acara berlangsung sekitar sepuluh jam. Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo mengalami perubahan dari mengerikan menjadi lebih menghibur, namun tetap mempertahankan aspek kerasukan roh-roh. Perubahan dipengaruhi oleh perkembangan zaman, keilmuan penari, dan kesehatan.
Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo memiliki keunikan dengan anggota dari suku lain yang bergabung karena nilai kegotong royongan, keilmuan, dan kemudahan dalam menggunakan kuda lumping. Komersialisasi dilakukan dengan bantuan Yamaha untuk mendukung penampilan kesenian kuda lumping melalui fasilitas dan promosi produk kendaraan bermotor.Sistem Pembayaran dalam Kesenian Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo Tarif bermain di Yamaha adalah satu juta rupiah setiap akhir pekan, yaitu hari Minggu. Uang tersebut dibagi di antara anggota yang ikut bermain. Kesenian ini bersifat kolaboratif, tanpa spesifikasi pembayaran tertentu. Pembayaran anggota dibagi secara merata, tanpa perbedaan antara pemain kendang dan penari. Potongan dari bayaran digunakan untuk keperluan uang kas dan uang cuci pakaian. Uang kas membantu anggota yang sedang sakit atau dalam musibah. Waktu dan tempat bermain Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo sudah diatur oleh Yamaha untuk acara-acara seperti pameran motor dan masak-memasak. Acara berlangsung selama dua jam pada hari Minggu di Yamaha. Yamaha memilih Kuda Lumping Krido Turonggo Mulyo untuk menghilangkan aura negatif di sekitar kantor cabang yang baru dibuka. Kuda Lumping ini dipilih karena dianggap dapat meningkatkan penjualan motor Yamaha.
Topik 2 : Eksplorasi Industri Kreatif
Literature Review Jurnal 2
Penulis : Suparmin1 , Pairun Roniwijaya2 , Slamet Priyanto3 , Bayu Rahmat Setiadi4
Judul Jurnal : EKSPLORASI SUB-SUB SEKTOR INDUSTRI KREATIF DI PUSAT-PUSAT KERAMAIAN KABUPATEN KULON PROGO.
Halaman Jurnal : 1-9
Teori : Istilah Ekonomi Kreatif pertama kali diperkenalkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku "Creative Economy, How People Make Money from Ideas". Howkins (2001) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai "the creation of value as a result of idea" Artinya, kegiatan ekonomi yang ada di masyarakat sebagian besar menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang. Bagi masyarakat, menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan. Kemenparekraf RI (2014) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai penciptaan nilai tambahyang berbasis ide yang lahir dari kreativitassumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Oleh karena itu, ekonomi kreatif menitik-beratkan pada upaya pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas (Mari, 2009). Istilah pertama kali muncul pada tahun 1990-an dan digunakan untuk menggambarkan semua industri berdasarkan kreativitas yang dihasilkan kekayaan intelektual (Henry, 2009). Higghs & Cunningham (2008) menegaskan bahwa ekonomi kreatif merupakan spektrum yang luas dari industri kreatif yang meliputi, komponen penting dari pertumbuhan perekonomian, lapangan kerja dan perdagangan internasional di era global saat ini. Ekonomi kreatif merupakan ekosistem yang memiliki hubungan saling ketergantungan antara rantai nilai kreatif (creative value chain); lingkungan pengembangan (nurturance environment); pasar (market) dan pengarsipan (archiving) (Kemenparekraf, 2014).
Metode : metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuatitatif dengan menggunakan sampling area yang berjumlah 5 daerah yang didasarkan pada daerah-daerah yang dianggap menjadi pusat keramaian di Kabupaten Kulon Progo dengan jarak penelitian minimal 8 km. Daerah-daerah penelitian diantaranya: (1) Sepanjang Jl. Pengasih Pusat Kota Wates, (2) Sepanjang Jl. Pahlawan (Patung Kuda Nyi Ageng Serang) Bendungan (Kantor Kecamatan Wates), (3) Sepanjang Jl. Brosot Galur, (4) Sepanjang Jl. Brosot Sentolo, dan (5) Sepanjang jalan provinsi Sentolo Wates. Penelitian ini bersifat survey pengamatan sehingga pendataan langsung menggunakan instrumen observasi dengan metode pengisian pendataan secara turus berdasarkan temuan ketika menjumpai sub-sub sektor industri kreatif di wilayah tersebut. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan statistik deskriptif dengan penyajian data dibagi menjadi dua, yaitu penyajian per wilayah sampel dan gabungan atas wilayah-wilayah yang telah diteliti.
Hasil penelitian : Industri kreatif di Kabupaten Kulon Progo terbilang cukup baik dalam menumbuhkan minat wirausaha masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah peminat industri kreatif di sepanjang pusat keramaian yang berjumlah 829 usaha. Sebagian besar usaha yang mendominasi di sektor industri kreatif kuliner dengan jumlah persentase 46,68%. Besarnya angka ini dikarenakan memiliki berbagai macam pangsa pasar dan variasi produk yang beranekaragam bentuk yang dapat menjadi kompetisi bagi para pengusaha untuk bersaing meningkatkan kualitas produksi. Industri kuliner yang tumbuh di wilayah ini diantaranya warung makan, Di lima wilayah penelitian, industri kuliner mendominasi sub-sub sektor industri kreatif lainnya. Peringkat kedua yang mendominasi sektor industri kreatif di Kabupaten Kulon Progo adalah industri mode. Industri ini mendominasi 22,19% industri kreatif di Kabupaten Kulon Progo. Peringkat ketiga yaitu industri kreatif yang bergerak di bidang teknologi informasi dengan nilai presentase sebesar 12,18%. Besarnya nilai ini karena industri ini didominasi oleh usaha-usaha seperti: penjualan pulsa, konter handphone, rental komputer, warung internet, servis komputer, dan lain sebagainya. Peringkat lain dibawahnya seperti sub sektor industri kreatif: kerajinan (9,53%), desain (3,13%), fotografi (0,84%), arsitektur (0,72%), video (0,72%), penerbitan (0,72%), musik (0,6%), penelitian dan pengembangan (0,6%), seni pertunjukkan (0,6%), televisi dan radio (0,6%), permainan interaktif (0,36%), periklanan (0,24%), seni rupa (0,24%), animasi (0%), dan perfilman (0%). Berdasarkan peringkat-peringkat tersebut dapat diketahui bahwa jarak interval antara yang mendominasi dengan usaha minoritas begitu jauh. Ini dikarenakan masyarakat belum berani untuk mengembangkan usaha produktif lainnya yang sebenarnya dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Rentang jumlah peminat usaha di sub sektor industri kreatif tidak serta merta merupakan tanggungjawab dari masyarakat, tetapi ini dapat menjadi kerja keras pemerintah setempat untuk selalu mensosialisasikan sub0sub industri kreatif lainnya akan terpacu untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat. Jika terdapat variasi kedelapanbelas sub sektor industri kreatif yang tumbuh merata, kemungkinan besar perekonomian kabupaten ini mampu tumbuh dengan pesat dan menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara. Tantangan lain yang akan dihadapi pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah membangun jiwa kewirausahaan masyarakat untuk memiliki usaha di bidang industri kreatif. Hal ini dilakukan karena Kabupaten Kulon Progo akan didirikan Bandara Internasional yang dapat memberikan dampak yang besar terhadap kemajuan perekonomian di kabupaten tersebut.
Topik 3 : Seni Rupa Subsektor Industri Kreatif
Literature Review Jurnal 3
Penulis : Handy Rohman Subagio 1), Didit Endriawan, S.Sn., M.Sn. 2), Donny Trihanondo, S.Ds., M.Ds. 3).
Judul Jurnal : ANALISIS AKTIVITAS SENI RUPA KEKINIAN PADA 16 SUBSEKTOR EKONOMI KREATIF TERHADAP KEPARIWISATAAN DI KOTA BANDUNG
Halaman Jurnal : 1-9
Teori : Seni Rupa Kekinian Pengertian seni rupa kekinian atau kontemporer yaitu seni rupa yang diciptakan dengan terikat pada berbagai konteks ruang dan waktu yang menyelimuti audiens, medannya maupun sang seniman. Istilah kontemporer sendiri berasal dari Bahasa Inggris “contemporary”, Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu) yang berarti apa-apa atau mereka yang hidup pada masa yang bersamaan. Artinya Seni rupa kontemporer bersifat kekinian karena diciptakan di masa yang masih berlangsung dan bersamaan dengan kita maupun dunia seni secara umum. Pengertian “kontemporer” dibandingkan dengan istilah moderen hanya sekedar sebagai sekat munculnya perkembangan seni rupa sekitar tahun 1970-an dengan menempatkan seniman-seniman Amerika seperti David Smith dan Jackson Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono, 2004:223).Secara etimologis, istilah kreatif berasal dari bahasa Latin dan merupakan istilah yang diperuntukkan baik untuk Tuhan, Dewa dan manusia. (Primadi 2006:18).Jakob Sumardjo (2003: 233) menyatakan bahwa setiap karya seni sedikit banyak mencerminkan setting masyarakat tempat seni itu diciptakan. Sebuah karya seni ada karena seorang seniman menciptakannya, seniman itu sendiri selalu berasal dari masyarakat tertentu dan kehidupan masyarakat merupakan kenyataan yang langsung dihadapi sebagai rangsangan kreativitas kesenimanannya. Menurut Antara (2011) Pembangunan pariwisata mampu menggairahkan aktivitas bisnis untuk menghasilkan manfaat sosial.
Metode : Menggunakan metode gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan langsung ( observasi ) dengan mengamati secara langsung, wawancara dengan pihak pihak terkait yang sesuai dengan topik jurnal, dokumentasi dilakukan guna mendapatkan foto foto kegiatan, dan studi pustaka untuk mendapat kan data data yang mendukung secara teoritis.
Hasil penelitian : Bandung adalah kota yang memiliki potensi besar sebagai pusat kreatif di Indonesia, terkenal dalam bidang tekstil, mode, seni, dan budaya. Menurut seniman Tisna Sanjaya, Bandung merupakan tempat yang inspiratif untuk mencipta. Selain itu, Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata. Kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDRB Kota Bandung sangat positif. Subsektor ekonomi kreatif yang berkembang di kota ini telah menjadi salah satu penggerak ekonomi dan sumber lapangan kerja yang signifikan, seperti tercermin dalam data berikut:

Dari data tersebut, sektor ekonomi kreatif Kota Bandung berkontribusi sebesar 13,8% terhadap PDRB Kota Bandung. Pada tahun 2015, Kota Bandung memperkenalkan Parameter Kota Kreatif yang diambil dari dokumen Jejaring Kota Kreatif UNESCO, sebuah lembaga PBB di bidang Budaya dan Pendidikan. Berikut adalah parameter Bandung sebagai kota kreatif dunia:
Kontribusi Ekonomi
Bandung merupakan kota kreatif dengan kontribusi ekonomi kreatif yang baik, menyumbang 13,8% terhadap PDRB Kota Bandung. Pengembangan sektor ekonomi kreatif diperlukan untuk menggerakkan perekonomian kota ini, mengingat laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung mengalami penurunan.
Event yang dilakukan 5 tahun reakhir
Kegiatan yang paling sukses yang pernah diadakan adalah pasar seni ITB 2014. Acara tersebut tidak hanya melibatkan mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, tetapi juga fakultas lain serta para alumni terkenal seperti Tisna Sanjaya dan I Nyoman Nuarta. Pasar seni tahun itu berhasil menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat dan dianggap sebagai ajang transaksi seni, desain, dan kriya terbesar di Asia Tenggara. Acara tersebut menampilkan berbagai karya seni, pertunjukan, serta barang seni dan kerajinan di sepanjang Jalan Ganesha dan kampus ITB.

Penghargaan seni BaCAA 2017 untuk seniman kontemporer di Bandung, disusul oleh festival Seni Bandung 2018 yang mengubah ruang kota menjadi panggung seni, serta berbagai kegiatan lain seperti pameran, workshop, dan diskusi di kota Bandung.
Fasilitas Jejaring Kota Kreatif
Di Bandung, Bandung Creative City Forum (BCCF) merupakan jejaring kota kreatif yang mendukung berbagai komunitas kreatif. Mereka fokus pada pendidikan berbasis kreativitas, pengembangan ekonomi kreatif, dan penciptaan wirausaha kreatif. BCCF juga mempromosikan branding kota Bandung sebagai kota kreatif global dengan inisiatif kolaborasi dan kompetisi. Mereka berperan sebagai hub untuk mendukung komunitas-komunitas kreatif dalam menciptakan dampak positif di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan di Kota Bandung.
Peran Akademisi (Triple Helix )
Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan bisnis dengan melibatkan komunitas terkait serta pemangku kepentingan dalam perencanaan kegiatan, seperti yang dijelaskan sebelumnya, sangatlah penting dalam mendukung upaya menjadikan Bandung sebagai kota kreatif dunia. Hal ini juga membuka peluang pasar dan mempromosikan karya-karya lokal. Beberapa akademisi yang telah berhasil mengembangkan sektor industri kreatif di Bandung termasuk Tisna Sanjaya, I Nyoman Nuarta, Ridwan Kamil, Bob Edrian, dan masih banyak lagi.
Ruang Kreatif
Pertumbuhan ruang seni seperti galeri seni swasta dan Bandung Creative HUB meningkatkan eksistensi seni, memberikan ruang untuk berkarya, dan mempromosikan karya seni. Penambahan galeri seni juga meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni, memperkuat ekosistem seni, dan mendorong persaingan di industri kreatif.
Kegiatan seni rupa berperan penting dalam meningkatkan sektor pariwisata di Kota Bandung dan berkontribusi secara signifikan pada perekonomian kota tersebut. Seni rupa kini menjadi salah satu sektor utama dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam pariwisata. Pertumbuhan pariwisata dari tahun ke tahun memberikan dampak besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama di Kota Bandung, melalui industri kreatif yang menarik minat wisatawan untuk mengunjungi kota tersebut. Industri kreatif berupaya menciptakan produk dan kegiatan seni rupa serta pariwisata yang beragam dan unik untuk menarik minat wisatawan mengunjungi Kota Bandung.
Ekonomi kreatif seni rupa di Kota Bandung berpotensi besar dalam meningkatkan ekonomi, menciptakan iklim bisnis positif, dan memberikan kontribusi ekonomi serta lapangan pekerjaan melalui gagasan inovatif dan kreatif.
Bandung dikenal sebagai kota kreatif dengan seni rupa kontemporer yang mencerminkan masyarakatnya. Kreativitas generasi muda Bandung menghasilkan peluang ekonomi kreatif. Program paket perjalanan seni seperti NuArt dan Selasar Sunaryo meningkatkan pariwisata. Tempat-tempat seni rupa kontemporer menjadi daya tarik wisata dengan fasilitas dan cindera mata sesuai teori daya tarik wisata menurut Maryani.
Perlu disadari bahwa sebuah karya seni tentu membawa pikiran-pikiran atau peristiwa yang melatar belakangi kemunculannya, jika terjadi penitisan makna makna yang terkandung dalam karya seni akan tak berguna dan disalah artikan, contohnya hanya jadi latar belakan untuk berfoto. Dampak komersialisasi suatu aktivitas seni rupa melalui pariwisata dapat memberikan pengaruh yang baik, dengan banyaknya pengunjung maka dapat menyebarkan informasi secara cuma-cuma dan mendapatkan banyak keuntungan dari segi ekonomi tak perlu mengeluarkan biaya demi mempromosikan suatu event seni rupa yang berlangsung guna meningkatkan pengunjung atau wisatawan.
Pariwisata meningkatkan perekonomian dengan uang yang dihabiskan wisatawan pada berbagai layanan dan produk lokal, yang pada akhirnya meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah tujuan wisata.
Kesimpulan :
Fenomena komersialisasi seni kini sudah tak bisa lagi dihindarkan dengan perkembangan industri kreatif. Orang orang yang kini berubah menjadi orang yang bergantung kepada uang telah menjadi hal yang lumrah terjadi pada era post modern ini. Sekarang sudah ada sektor industri kreatif yang dimana seni seni menjadi sebuah produk yang tidak memiliki jiwa untuk berkomunikasi antar jiwa akan tetapi sudah menjadi produk yang fungsional seperti menjual suatu atau mengiklankan sesuatu. Nilai estetika memiliki standar yang terbentuk dengan adanya trending dan tingkat minat yang banyak diminati pasar zaman kini. Sehingga seniman idealis kini menjadi seseorang yang segmented atau kelompok yang sedikit. Yang terakhir seni dan industri kreatif kini menjadi bagian dari pada tumbuhnya ekonomi ekonomi di negara berkembang ini.
Daftar Pustaka
Miarso,Adi (2019). KOMERSIALISASI BUDAYA DALAM KONTEKS KESENIAN KUDA LUMPING (STUDI PADA PAGUYUBAN KRIDO TURONGGO MULYO) DI DESA TARAI BANGUN KECAMATAN TAMBANG KABUPATEN KAMPAR . JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019.
Suparmin., Roniwijaya,Pairun., Priyanto, Selamet., Setiadi, Bayu Rahmat.(2017). EKSPLORASI SUB-SUB SEKTOR INDUSTRI KREATIF DI PUSAT-PUSAT KERAMAIAN KABUPATEN KULON PROGO. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu&Call For Papers Unisbank ke-3 (sendi_u3)2017
Subagio,Handy Rohman., Endriawan,Didit S.Sn., M.Sn.,Trihanondo,Donny, S.Ds., M.Ds.(2019).ANALISIS AKTIVITAS SENI RUPA KEKINIAN PADA 16 SUBSEKTOR EKONOMI KREATIF TERHADAP KEPARIWISATAAN DI KOTA BANDUNG.e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.1 April 2019 | Page 625.
Sumber lain & Website
Comments